AUTOINDO.ID, MAROKO–Debu menari di bawah langit Gurun Sahara, membentuk kabut tipis yang berkilau diterpa matahari Afrika Utara. Di balik helm dan kacamata tebalnya, Julian “Jeje” Johan menatap jauh ke depan. Di sana, hamparan pasir tak berujung menantangnya untuk melangkah lebih jauh, bukan sekadar latihan, tapi pembuktian bahwa mimpi anak bangsa bisa melintasi batas benua.
Awal September 2025 menjadi titik awal perjalanan besar itu. Jeje, pereli asal Indonesia, menjalani latihan resmi di Sahara, Maroko, bersama tim Compagnie Saharienne asal Prancis. Latihan yang berlangsung lima hari itu bukan sekadar soal teknik dan kecepatan, tetapi tentang bagaimana ia menaklukkan ketahanan diri di tengah panas ekstrem dan kesunyian yang menggema di setiap putaran roda.
“Jadi mobil yang saya pakai pada saat latihan kemarin itu sebenarnya bukan yang nanti akan saya pakai. Cuma memang sama-sama Land Cruiser Seri 100, serta spesifikasi juga sama persis. Tapi karena mobil yang saya sewa itu belum ready, jadi pakai mobil yang satunya lagi dan memang sudah siap untuk dipakai latihan,” tutur Jeje.
Mobil Land Cruiser Seri 100 dengan format Left Hand Drive (LHD) itu menjadi sahabat barunya di gurun. Bersama navigator asal Prancis, Mathieu Monplaisi, Jeje belajar memahami ritme komunikasi dan membaca karakter medan — dua hal yang akan menentukan keberhasilan mereka di Rally Dakar 2026, reli paling ekstrem di dunia.
Medan Sahara memberi pelajaran berbeda dari segala lintasan off-road yang pernah dijajalnya di Indonesia. Pasir yang begitu halus, medan yang seolah tak berujung, dan pemandangan seragam yang mudah menipu arah membuat fokus menjadi senjata utama.
“Kita memang dituntut untuk selalu fokus pada saat menyetir, bukan hanya karena balapannya yang menempuh jarak hingga 8.000 kilometer, tetapi hamparan pemandangan pasir halus sangat menguras adrenalin,” ungkapnya.
Ketika banyak pereli memilih zona nyaman, Jeje justru mencari tantangan yang belum pernah ditempuh rekan senegaranya. Keputusan menggandeng Compagnie Saharienne bukan tanpa alasan. Tim asal Prancis itu dikenal luas atas reputasinya dalam membangun mobil-mobil reli tangguh untuk ajang Dakar, bahkan menjadi rekan resmi panitia dalam menyiapkan kendaraan pembuat rute.

“Kenapa saya akhirnya bekerjasama dengan Compagnie Saharienne adalah tim ini boleh dibilang memiliki pengalaman yang baik untuk Rally Dakar. Jadi bengkel ini sudah tahu betul apa yang dibutuhkan, secara spesifikasi mobil, secara settingan karakter mobilnya. Karena fakta menariknya adalah workshop ini juga membangun mobil yang digunakan oleh panitia Rally Dakar buat bikin track,” jelas Jeje.
Namun yang paling berkesan baginya bukan sekadar teknologi atau strategi, melainkan sambutan hangat yang tak disangka. “Pertama mereka tuh antusias karena ini ada orang Indonesia dari negara yang tidak disangka akan ikut, tiba-tiba mau ikut Dakar. Karena mungkin Indonesia itu bukan satu negara yang yang diprediksi akan ikut. Jadi mereka kaget dan pas kemarin latihan ternyata kita memiliki satu visi dan misi yaitu untuk bisa menuntaskan kompetisi hingga garis finish,” tuturnya.
Bagi Jeje, finis bukan sekadar garis akhir. Itu adalah simbol perjuangan, dedikasi, dan keyakinan bahwa mimpi besar layak diperjuangkan. Sebagai putra dari pereli nasional Ismail Johan, darah petualang mengalir dalam dirinya. Dan kini, di atas pasir Sahara, Jeje menuliskan bab baru dalam sejarah motorsport Indonesia — sebuah kisah tentang debu, doa, dan determinasi yang akan membawanya menuju panggung dunia di Rally Dakar 2026.