AUTOINDO.ID, JAKARTA–Keberhasilan sejati lahir bukan dari ambisi semata, tetapi dari hati yang terjaga. Perempuan Astra menyalakan cahaya itu, menjadikan well-being sebagai dasar setiap langkah kepemimpinan.
Di balik kesibukan rapat dan target bisnis, ada satu hal yang kerap luput: keseimbangan hidup. Namun, bagi perempuan Astra, justru inilah senjata. Well-being bukan sekadar soal kesehatan, melainkan fondasi yang membuat mereka bisa memimpin dengan hati sekaligus menginspirasi.
Hingga 2024, 33 perempuan telah menempati kursi direktur di Grup Astra, setara 17,35% dari jajaran direksi. Angka ini menunjukkan sesuatu yang lebih besar: bahwa perempuan mampu hadir di ruang strategis tanpa kehilangan jati diri.
Dukungan itu semakin nyata melalui Komunitas Perempuan Astra, wadah yang berfungsi sebagai rumah kedua. Di sini, perempuan saling menguatkan, berbagi pengalaman, dan memastikan setiap langkah karier tetap selaras dengan kehidupan pribadi.
“Astra berkomitmen untuk menjaga keberagaman di Grup Astra demi pertumbuhan bisnis yang efektif serta memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Astra meyakini bahwa hal tersebut dapat terwujud melalui sinergi dan komitmen bersama untuk terus melangkah maju, memperkuat daya saing, dan berkontribusi bagi masa depan Indonesia yang lebih berkelanjutan,” tutur Boy Kelana Soebroto, Chief of Corporate Affairs Astra.
Komitmen itu tampak nyata saat Women on the Move 2025 di Bali. Ketua Komunitas Perempuan Astra sekaligus CEO AstraPay, Rina Apriana, menegaskan bahwa komunitas ini bukan hanya tentang karier, tetapi tentang keseimbangan hidup yang sehat. “Kami ingin perempuan Astra berkembang tanpa kehilangan jati diri, dan tetap memberi dampak positif bagi lingkungan sekitar,” katanya.

Well-being pula yang menjadi rahasia keberanian tokoh-tokoh perempuan Astra lain. Dalam Astra Media Day 2025, pemimpin seperti Sophie Handili (Astra Otoparts), Vilihati Surya (United Tractors), Tingning (Astra Agro), dan Trivena Nalsalita (Astragraphia) berbagi cerita. Mereka bicara bukan hanya tentang kinerja, tetapi juga bagaimana menjaga diri tetap seimbang di tengah kerasnya tuntutan bisnis.
Kisah-kisah itu menyadarkan kita bahwa kepemimpinan perempuan bukan semata soal kursi direktur atau persentase di dewan. Ia adalah tentang kemampuan menjaga diri tetap utuh, tetap sehat, dan tetap peduli. Karena hanya dengan keseimbangan, sebuah kepemimpinan bisa tumbuh berkelanjutan.
Perempuan Astra membuktikan bahwa well-being adalah senjata, bukan kelemahan. Dari ruang rapat hingga ruang keluarga, dari bisnis hingga bangsa, mereka menyalakan harapan bahwa keberagaman dan kepedulian bisa menjadi fondasi masa depan Indonesia.