AUTOINDO.ID, JAKARTA–“Mudik”. Ya, setiap mendekati Idul Fitri mendengar kata ini membuat saya kangen sesuatu. Kangen keluarga di kampung halaman yang asri dengan segala budaya dan kearifan lokalnya. Dan satu hal yang tak sabar dinantikan adalah kulinernya. Ritual mudik saya setiap 2 tahun sekali. Hanya karena terhalang pandemi Covid-19, beberapa tahun terakhir keluarga saya urung mudik.
Terakhir saya mudik tahun 2018 ke desa Cikeusik, Rajagaluh, Majalengka, Jawa Barat yang merupakan kampung halaman mertua. Saat itu saya sewa bis kecil berkapasitas 16 penumpang. Cukuplah memuat keluarga besar kami, berisikan beberapa keponakan, kakak dan adik istri saya. Dari Cipete Utara, Jakarta Selatan kami butuh 4 jam perjalanan sampai di Cikeusik. Kehadiran kami disambut gembira oleh saudara di sana. Rasa rindu terobati sudah. Kami berkelakar dan bersenda gurau penuh kehangatan.
Cikeusik memang tak seindah Terasering Panyaweuyan, Sukasari Kidul, Argapura, Majalengka yang begitu viral dan ramai di kunjungi wisatawan. Tapi persawahan desa Cikeusik cukup untuk menikmati udara segar sambil menyusuri pematang sawah. Di antara perkebunan kubis, dari kejauhan terlihat Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian sekitar 3.078 mdpl.
Esok harinya saya bangun pagi-pagi berharap bisa melihat indahnya Gunung Ciremai, sayang cuaca kurang bersahabat sehingga penampakannya terhalang kabut tebal. Bersama istri, saya susuri pematang sawah yang luas terhampar dan kebetulan lagi panen. Saya coba minta izin ke salah satu petani untuk mencoba merasakan bagaimana caranya potong padi. Bermodalkan arit kecil pemotong tangkai padi, lumayan banyak padi yang saya panen. Setelah berpeluh saya istirahat di saung di tengah sawah menikmati penganan yang sudah disiapkan keluarga disana. Salah satunya oncom goreng crispy khas Majalengka. Berbeda dengan oncom goreng ala Bandung yang besar dan dilapis terigu, oncom Majalengka bentuknya lebih kecil, berbumbu, ditaburi bawang goreng. Saya coba juga Jalakotek, makanan berbahan dasar aci dan tahu yang sudah dibumbui. Sekilas bentuknya mirip kue pastel. Penganan ini nikmat disantap saat hangat, maknyuuss banget sambil menyeruput teh hangat yang kental pahit. Oowh nikmatnya.
![](https://i0.wp.com/autoindo.id/wp-content/uploads/2023/03/B9FB9C4F-BBBD-48CA-8BC1-B3CAF104C831.jpeg?resize=320%2C183&ssl=1)
(photo-photo : Fatah dan Denny C)
Selama di sana kami disuguhi Lotek Majalengka. Ada juga pepes jeroan yang ngeri-ngeri sedap karena takut kolesterol heheehe,.. Ada tumis basah tutut, yang untuk menyantapnya ada perjuangan tersendiri. Masih banyak lagi menu tradisional Majalengka yang disuguhkan dan proses memasaknya masih memakai tungku dengan kayu bakar
![](https://i0.wp.com/autoindo.id/wp-content/uploads/2023/03/E56D9C4A-BFCC-47DA-A4CB-34042A08CAFE.jpeg?resize=260%2C320&ssl=1)
Setelah dua hari menikmati Majalengka, tiba saatnya untuk kembali ke hiruk pikuknya Jakarta. Sebelumnya, kami sempatkan mampir ke toko oleh-oleh khas Majalengka. Saya beli kecap Asli Majalengka, rengginang, manisan kulit jeruk dan gula cakar. Owh iya bagi yang belum tahu, gula cakar terbuat dari gula pasir yang dipadu dengan soda serta berwarna pink. Alhamdulillah dari Cikeusik saya dibekali beras satu karung hasil panen hehehe.
![](https://i0.wp.com/autoindo.id/wp-content/uploads/2023/03/20708337-6BD4-4988-9971-CDD820F8082E.jpeg?resize=320%2C240&ssl=1)
Semoga tahun ini dengan ridho Allah tentunya, saya dan keluarga masih bisa mudik ke kampung halaman tercinta, semoga… #DiantarSangBintang 🤲🙏