spot_img
Sabtu, Agustus 9, 2025
  • HOME
BerandaBerita UtamaTrivia Jurnalis Otomotif: Orang Lapar dan Payung Jepang

Trivia Jurnalis Otomotif: Orang Lapar dan Payung Jepang

- Advertisement -spot_img

AUTOINDO.ID, JAKARTA–Seorang pria berwajah Afrika Utara berlari ke arah saya, seperti akan menabrakkan tubuhnya. Sejurus kemudian, baru saya sadari ternyata dia berusaha menjambret kantong plastik yang saya tenteng. Isi kantong itu adalah makanan yang dibawa dari sebuah restoran. Agaknya si jambret sengaja menunggu kalau ada orang yang keluar dari restoran membawa makanan. Tentu dia lapar sekali. Walau lapar, toh dia kuat menendang mata kaki saya, sambil berusaha merebut tentengan itu.

Peristiwa itu terjadi di sebuah kota di Prancis bagian selatan. Orang biasa menyebutnya kawasan dekat laut Mediterania. Upaya “begal makanan” itu sangatlah kontras dengan keindahan alam Mediterania dan bau wangi khas yang merebak di udara setempat. Ekspektasi saya tentang Prancis yang “makmur”, “beradab”, dan “berbudaya” pun luntur.

Tapi itu memang terjadi. Dan sungguh ironis memang, sebab kami baru saja makan di sebuah resto mewah, tetapi di luar resto itu ada orang lapar yang menunggu untuk menjambret makanan yang di-take away.

Pernah mengalami hal seperti itu di Tanah Air? Sejauh pengalaman saya, tidak pernah. Di Indonesia, orang lapar tidak menjambret makanan sambil menabrakkan tubuhnya. Mungkin hanya memperagakan gestur tubuh lemas dan wajah memelas, lalu kita mengerti dia lapar. Biasanya, sesuai sifat dermawan orang Indonesia, kita memberinya uang atau makanan. Meski sebagian orang melakukannya sambil menjadikannya konten di medsos. Toh tidak ada tindakan kekerasan seperti kelakuan jambret di Prancis tadi.

Itulah sekilas pengalaman sebagai bagian tim jurnalis otomotif asal Indonesia yang diundang oleh sebuah merek ban asal Amerika Serikat untuk menjajal produk barunya di sebuah sirkuit di Montpellier, Prancis Selatan.

Kalau di Prancis kena jambret, pengalaman yang berbeda terjadi di Jepang. Ketika meliput Tokyo Motor Show beberapa tahun lalu, saya berkesempatan jalan-jalan di waktu luang. Menjelajahi kawasan Odaiba sambil berjalan kaki cukup layak dilakukan, karena udaranya sejuk dan orang lokalnya pun banyak yang berjalan kaki.

http://hotelduparcmontpellier.com/

Namun tiba-tiba hujan turun. Saya tidak membawa payung. Lumayan panik karena khawatir kedinginan, saya merapatkan diri di sebuah emperan toko. Tanpa diduga, seorang ibu muda menghampiri saya sambil berbicara dalam bahasa Jepang. Terus terang saya tidak memahami perkataannya, dan hanya tersenyum.

Tiba-tiba dia menyerahkan payung yang dipakainya kepada saya. Spontan saya tolak dengan halus karena dia tentu butuh payung. Tetapi si ibu memaksa sambil membuka tas dan mengeluarkan satu payung lipat. Ooo rupanya dia punya dua payung.

“Arigato gozaimas,” tutur saya sambil menerima payung pemberiannya. Itulah satu-satunya kalimat bahasa Jepang yang bisa saya ucapkan.

Si ibu pun tersenyum sambil berlalu pergi. Meninggalkan payung miliknya bersama saya. Sebuah payung transparan khas Jepang, yang tidak akan cocok dipakai di negeri tropis yang terik.

(MH)

- Advertisement -spot_img
Baca Juga
Related News